Selasa, 13 Maret 2012

Legenda Situ Bagendit

Legenda atau cerita rakyat adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Roro Jonggrang, Timun Mas, Si Pitung, Legenda Danau Toba, dan ber-Ibu Kandung Seekor Kucing merupakan sederetan cerita rakyat yang ada di Indonesia. Masih banyak sederetan cerita rakyat yang memang diperuntukkan bagi anak-anak. 


Sebelum kita melihat contoh legenda atau cerita rakyat, ada baiknya kita mengetahui apa itu legenda.

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci dan oleh yang empu- nya cerita sebagai suatu yang benar-benar terjadi dan juga telah dibumbui dengan keajaiban, kesaktian, dan keistimewaan tokohnya.
Nah, berikut ini adalah salah satu contoh legenda atau cerita rakyat yang berasal dari Kabupaten Garut, Jawa Barat.

                                Legenda Situ Bagendit

Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang janda yang sangat kaya raya, bernama Nyai Bagendit. Ia tinggal di sebuah desa di daerah Jawa Barat. Nyai Bagendit mempunyai harta yang berlimpah ruah. Akan tetapi, ia sangat kikir dan tamak. Ia juga sangat sombong, terutama pada orang miskin. Pekerjaan sehari-harinya adalah menghitung kekayaan. Harta kekayaannya semakinlama semakin menambah dan menggunung sebab tidak dipakai. Jangankan untuk orang lain, untuk dirinya pun merasa sayang jika dipakai.

Suatu saat datanglah seorang pengemis. Keadaan pengemis itu sangat menyedihkan. Tubuhnya kurus dan bajunya compang-camping. Kakek-kakek itu memohon agar ia dikasihani karena selama ini belum mendapat makanan. Mendengar rintihan kakek-kakek itu bagi Nyai Bagendit bukan timbul rasa belas kasihan tetapi malahan ia sendiri yang marah, sehingga kakek-kake itu diusir dihadapannya.

Keesokan harinya kakek-kakek itu datang kembali sambil mengingatkan Nyai Bagendit agar ia mau menolong orang yang membutuhkan tapi hatinya sekeras batu lalu kakek-kakek itu diusir kembali.

Ketiga kalinya, kakek itu datang lagi dan Nyai Bagendit pun mengusirnya lagi. Wajah kakek itu berkaca-kaca dan merasa hatinya sakit. Ditancapkanlah tongkatnya di halaman rumah Nyai Bagendit, lalu kakek itu pergi entah kemana. Keesokan harinya masyarakat disibukkan dengan munculnya sebatang tongkat yang tertancap dijalan desa. Semua orang berusaha mencabut tongkat itu. Namun, tidak ada yang berhasil.

Lalu, kakek-kakek itu muncul kembali dan dengan cepat ia dapat mencabut tongkat itu. Seketika keluarlah pancuran air yang sangat deras. Semakin lama air itu semakin deras. Karena takut kebanjiran, penduduk desa itu mengungsi. Nyai Bagendit yang kikir dan tamak tidak mau meninggalkan rumahnya. Ia sangat sayang pada hartanya.

Akhirnya, ia tenggelam bersama dengan harta bendanya. Lalu berubah menjadi telaga sehingga dinamakan Situ Bagendit yang diambil dari namanya Nyai Bagendit.



Secara logika cerita di atas sangatlah tidak mungkin. Cerita tersebut hanya di buat oleh para nenek moyang sebagai penjelasan terhadap peristiwa alam yang tidak mereka mengerti. Beberapa tahun yang lalu ilmu pengetahuan belum berkembang dan maju seperti saat ini. Jadi tidak ada penjelasan yang ilmiah mengenai apa yang terjadi dan apa yang menyebabkan danau tersebut terjadi. Karena hal tersebut, maka orang jaman dulu menciptakan cerita-cerita yang berhubungan untuk menjelaskan hal-hal yang tidak mereka pahami.

Kota Garut berada di daerah Jawa Barat yang merupakan daerah yang rendah dan dikelilingi oleh gunung dan perbukitan. Sebagian besar wilayah kabupaten ini adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit. Di antara gunung-gunung di Garut adalah: Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), keduanya terletak di perbatasan dengan Kabupaten Bandung, serta Gunung Cikuray (2.821 m) di selatan kota Garut.

Rangkaian pegunungan vulkanik yang mengelilingi dataran antar gunung Garut Utara umurnya memiliki lereng dengan kemiringin 30-45% disekitar puncak, 15-30% di bagian tengah, dan 10-15% di bagian kaki lereng pegunungan. Lereng gunung tersebut umumnya ditutupi vegetasi cukup lebat karena sebagian diantaranya merupakan kawasan konservasi alam. Wilayah Kabupaten Garut mempunyai kemiringan lereng yang bervariasi antara 0-40%, diantaranya sebesar 71,42% atau 218.924 Ha berada pada tingkat kemiringan antara 8-25%. Luas daerah landai dengan tingkat kemiringan dibawah 3% mencapai 29.033 Ha atau 9,47%; wilayah dengan tingkat kemiringan sampai dengan 8% mencakup areal seluas 79.214 Ha atau 25,84%; luas areal dengan tingkat kemiringan sampai 15% mencapai 62.975 Ha atau 20,55% wilayah dengan tingkat kemiringan sampai dengan 40% mencapai luas areal 7.550 Ha atau sekitar 2.46%. Jadi banyak terdapat lembah-lembah yang landai dan dalam.

Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Garut dapat dikatagorikan sebagai daerah beriklim tropis basah (humid tropical climate) karena termasuk tipe Af sampai Am dari klasifikasi iklim Koppen. Berdasarkan data, iklim dan cuaca di daerah Kabupaten Garut dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation pattern), topografi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat, dan elevasi topografi di Bandung. Curah hujan rata-rata tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan mencapai 3500-4000 mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24 °C – 27 °C.

Hal ini menyebabkan kota Garut mempunyai curah hujan yang tinggi, dan hujan cukup sering terjadi di kota ini. Temperatur kota Garut pun termasuk rendah jika dibandingkan dengan kota lainnya di Jawal Barat. Tidak heran jika pada daerah yang rendah seperti lembah tersebut berubah menjadi danau kecil atau telaga karena hujan sangat sering terjadi di kota Garut, apalagi pada saat musim hujan.

air yang terkumpul sedikit demi sedikit pada lembah tersebut kemudian terkumpul karena seringnya terjadi hujan di kota ini. Akibatknya cekungan alam tersebut berubah menjadi genangan air yang semakin lama semakin besar sehingga membentuk danau kecil atau telaga. Hal ini merupakan penjelasan yang logis untuk terjadinya danau Ditu Bagendit yang berada di Garut. Karena dapat dijelaskan secara logika.

Sumber : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar