Sabtu, 27 September 2014

SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI

NAMA              : DINI KUSUMANINGRUM
KELAS              : 4PA08
NPM                : 12511159


     Sebelum saya menjelaskan mengenai sistem informasi psikologi, saya akan menjelaskan dahulu mengenai apa itu sistem, apa itu informasi, apa itu psikologi dan kemudian menjelaskan apa itu sistem informasi.

Apa itu sistem ?

Menurut Robert G. Murdick (dalam Gaol, 2008) , sistem adalah suatu kumpulan dari beberapa bagian atau unsur yang bergabung untuk suatu tujuan bersama.

Menurut Hanif Al Fatta (2007), sistem adalah sekumpulan dari bagian-bagian yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama atau sekumpulan objek-objek yang saling berelasi dan berinteraksi serta hubungan antar objek bisa dilihat sebagai satu kesatuan yang dirancang untuk mencapai satu tujuan.

Berdasarkan definisi dari dua tokoh dia atas, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu kumpulan dari beberapa bagian atau unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai satu ujuan bersama.

Apa itu informasi ?
Menurut Amsyah (2005), informasi adalah data yang sudah diolah, dibentuk, atau dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu. Data adalah fakta yang sudah ditulis dalam bentuk catatan atau direkam ke dalam berbagai bentuk media, contohnya komputer.
Menurut Gordon B. Davis (dalam Gaol, 2008), informasi adalah data yang telah diproses atau diolah ke dalam bentuk yang sangat berarti untuk penerimanya dan merupakan nilai yang sesungguhnya atau dipahami dalam tindakan atau keputusan yang sekarang atau nantinya.
Berdasarkan definisi dari kedua tokoh diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa informasi adalah suatu data yang sudah diolah dan diproses kedalam bentuk yang sangat berarti untuk penerimanya dalam bentuk media berupa catatan atau rekaman yang dapat dipahami dan berguna untuk pengambilan keputusan yang sekarang atau nantinya.

Apa itu sistem informasi Psikologi ?

Menurut Heru Basuki (2008), psikologi adalah ilmu pengetahuan ilmiah yang mempelajari perilaku, sebagai manifestasi kesadaran proses mental, aktivitas motorik, kognitif dan emosional.

Menurut Carole Wade & Carole Travis, psikologi adalah disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan berbagai proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai proses mental itu dipengaruhi oleh kondisi mental organisme dan dari lingkungan eksternal.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan proses mentalnya.

Menurut Kertahadi (dalam Al Fatta, 2007) , sistem informasi adalah suatu alat untuk menyajikan informasi dengan cara sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi penerimanya, tujuannya adalah untuk menyajikan informasi guna pengambilan keputusan pada perencanaan, pengorganisasian, pengendalian kegiatan operasi subsistem suatu perusahaan dan menyajikan sinergi organisasi pada proses.

Menurut Irene Joos, dkk. sistem informasi adalah suatu sistem yang memiliki tujuan sendiri untuk menghasilkan informasi dengan menggunakan sistem input-process-output.

Menurut Chr. Jimmy L. Gaol (2008) sistem informasi psikologi bertujuan mendapatkan pemahaman bagaimana manusia pembuat keputusan merasa dan menggunakan informasi formal.

Berdasarkan paparan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem informasi psikologi adalah suatu alat atau sistem untuk menyajikan berbagai macam informasi mengenai psikologi dengan cara sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi penerimanya dengan tujuan untuk pengambilan keputusan pada perencanaan dan pengelolaan pada bidang psikologi.




Basuki, H. (2008). Psikologi Umum. Jakarta : Gunadarma

Gaol, C. J. (2008). Sistem Informasi Manajemen : Pemahaman Aplikasi. Jakarta : PT. Grasindo

Hanif Al Fatta. (2007). Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untuk Keunggulan Bersaing Perusahaan. Yogyakarta : Andi



Rabu, 21 Mei 2014

Analisis Transaksional

KELAS : 3PA08
KELOMPOK 5 
- ADE MAHESA (18511628) : http://ademahesa12.blogspot.com/
- DINI KUSUMANINGRUM (12511159) : http://dinikdini.blogspot.com/
- FELIK ASLAM POHAN (12511802) : http://celotehnyafelik.blogspot.com/
- KURNIA AMANDA (14511038) : http://kurniaamanda.blogspot.com/


A.     Pengantar
       Analisis transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi ini lebih cocok digunakan untuk terapi kelompok. AT berbeda dengan sebagian besar terapi lain karena merupakan suatu terapi kontraktual dan desisional. AT melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses terapi. AT juga berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru. AT menekankan aspek-aspek kognitif rasional-Behavior dan berorientasi pada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya.
     Pendekatan ini dikembangkan oleh Eric Berne, berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu : orang tua, orang dewasa, dan anak. Teori Berne menggunakan beberapa kata utama dan menyajikan suatu kerangka yang bisa dimengerti yang dipelajari dengan mudah. Kata-kata utamanya adalah orang tua, orang dewasa, anak, putusan, putusan ulang, permainan, skenario, pemerasan, dicampuri, pengabaian, dan ciri khas. Karena sifat operasional AT dengan kontraknya, taraf perubahan klien bisa dibentuk.

B.      Perwakilan-perwakilan Ego
       AT  adalah suatu sistem terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang terpisah, yaitu ego orang tua, ego orang dewasa, dan ego anak.
       Kondisi ego orang tua (O) atau aslinya disebut oleh Berne dengan exteropsyche adalah prototype yang dtampilkan seseorang seperti layaknya bokap nyokap. Yakni penampilan yang terikat kepada sistem nilai, moral dan serangkaian kepercayaan. Bentuk nyatanya berupa pengontrolan, membimbing, membantu mengarahkan, menasehati, menuntun atau dapat pula mengecam, mengkritik, mengomand, melarang, mencegah atau memerintah.
       Kondisi ego orang dewasa (D) atau neopsyche adalah reaksi yang bersifat realistis dan logis. Status ego ini sering disebut komplek. Karena bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan hasil pemrosesan informasi dari data dan fakta lapangan.
       Kondisi ego anak (A) atau  archaeopsyche merupakan keadaan dan reaksi emosi yang kadang-kadang adaptif, intuitif, kreatif, dan emosional, tetapi kadang-kadang juga bertindak lepas, ingin terbebas dari pengaruh rang lain.

C.      Tujuan Analisis Transaksional
       Tujuan dasar Analisis Transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan-piutusan diri mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara-cara hidup yang mandul dan deterministik. Inti terapi adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai dengan kesadaran, spontanitas, dan keakraban.
       Harris (dalam Corey, 2013) melihat tujuan AT untuk membantu individu agar “memiliki kebebasan memilih, kebebasan mengubah keinginan, kebebasan mengubah respon-respon terhadapt stimulus-stimulus yang lazim maupun yang baru”. Pemulihan “kebebasan untuk mengubah” itu berlandasakan pengetahuan tentang ego orang tua dan ego anak serta tentang bagaimana kedua ego itu memasuki transaksi-transaksi terepeutik. Pada dasarnya menyertakan pembebasan ego orang dewasa dari pencemaran dan pengaruh-pengaruh merusak yang dihasilkan oleh ego orang tua dan ego anak. Sebagaimana di nyatakan oleh Harris (dalam Corey, 2013), tujuan pemberian treatment adalah menyembuhkan gejala yang timbul dan metode tritmen adalah membebaskan ego orang dewasa sehingga bisa mengalami kebebasan memilih dan penciptaan pilihan-pilihan baru di atas dan seberang pengaruh-pengaruh masa lampau yang membatasi. Menurut Harris, tujuan terapeutik itu dicapai dengan mengajarkan kepada klien dasar-dasar ego orang tua, orang dewasa, dan ego anak. Para klien dalam setting kelompok itu belajar bagaimana menyadari, mengenali, dan menjabarkan ketiga ego selama ego-ego tersebut muncul dalam transaksi-transaksi dalam kelompok.
       Berne (dalam Corey, 2013) menyatakan bahwa tujuan utama AT adalah pencapaian otonomi yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik, yaitu kesadaran, spontanitas, dan keakraban.

D.     Skenario-skenario Kehidupan dan Posisi-posisi Psikologis Dasar
       Skenario-skenario kehidupan adalah ajaran-ajaran orang tua yang kita pelajari dan putusan-putusan awal yang dibuat oleh kita sebagai anak, yang selanjutnya dibawa oleh kita sebagai orang dewasa. Kita menerima pesan-pesan dan dengan demikian kita belajar dan menetapkan tentang bagaimana kita pada usia dini. Pesan-pesan verbal dan non verbal orang tua mengomunikasikan bagaimana mereka melihat kita dan bagaimana kita merasakan diri kita. Kita membuat putusan-putusan dini yang memberikan andil pada pembentukan perasaan sebagai pemenang (perasaan OK) atau perasaan sebagai orang yang kalah (perasaan tidak OK).
       Berkaitan dengan konsep-konsep skenario kehidupan, pesan-pesan dan perintah-perintah orang tua, serta putusan-putusan dini itu adalah konsep dalam AT tentang empat posisi dasar dalam hidup, yaitu:

(1)   “saya OK - kamu OK”
      Posisi yang sehat adalah posisi dengan perasaan sebagai pemenang atau posisi saya OK – kamu OK. Dalam posisi ini, dua orang merasa seperti pemenang dan bisa menjalin hubungan langsung yang terbuka.
(2)   “saya OK - kamu tidak OK”
      Saya OK – kamu tidak OK adalah posisi orang-orang yang memproyeksikan masalah-masalahnya kepada orang lain dan mempersalahkan orang lain. Ia adalah posisi yang arogan yang menjauhkan seseorang dari orang lain dan mempertahankan seseorang dalam penyingkiran diri.
(3)   “saya tidak OK - kamu OK”
      Saya tidak OK - kamu OK adalah posisi orang yang mengalami depresi, yang merasa tak kuasa dibanding dengan orang lain dan yang cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan orang lain ketimbang keinginan sendiri.
(4)   “saya tidak OK - kamu tidak OK”
      Saya tidak OK – kamu tidak OK adalah posisi orang-orang yang menyingkirkan semua harapan yang kehilangan minat hidup dan melihat hidup sebagai  tidak mengandung harapan.

Masing-masing posisi itu berlandaskan putusan-putusan yang dibuat orang sebagai hasil dari pengalaman dini dimasa kanak-kanak. Jika seseorang telah membuat suatu putusan, maka dia pada umumnya akan bertahan pada putusannya itu kecuali jika ada campur tangan (terapi atau kejadian tertentu) yang mengubahnya.

E.      Prosedur-Prosedur Terapeutik
       Dalam praktek AT, teknik-teknik dari berbagai sumber, terutama pada terapi Gestalt, memiliki prosedu-prosedur yang mengasikan yang dikawinkan antara analisis transaksional dan terapi gestalt. James dan jongeward dalam (Corey, 2013) menggabungkan konsep-konsep dan proses-proses AT dengan eksperimen-eksperimen gestalt. Dengan pendekatan hubungan itu, ia mendemonstrasikan peluang yang lebih besar untuk mencapai kesadarn diri dan otonomi.
       Sisa bagian ini disediakan bagi uraian ringkas tentang proses-proses, prosedur-prosedur, dan teknik-teknik yang umum digunakan dalam prakteknanalisis transaksional. Sebagian besar metode dan proses terapeutik AT ini bisa diterapkan pada terapi individual maupun pada terapi kelompok. Meskipun bisa dijalankan secara efektif diatas landasa pribadi ke pribadi, kelompok adalah wahana yang terpenting bagi perubahan pendidikan dari terapeutik dari terapi AT.
1.      Analisis Struktural
      Analisis struktural adalah alat yang dapat membantu klienb agar menjadi sadar atas isi dan fungsi ego orang tua, ego orang dewasa, dan ego anaknya. Para klien AT belajar bagaimana mengenalimketiga perwakilan egonya itu. Analisis struktural membantu klien dalam merubah pola-pola dirasakan menghambat. Ia juga membantu klien dalam menemukan perwakilan ego yang mana menjadi landasan tingkah lakunya. Dengan penemuannya itu klien bisa memperhitungkan pilihan-pilihannya.
2.      Analisis Transaksional
      Analisis transaksional pada dasarnya adalah suatu penjabaran atas analisi yang dilakukan dan dikatakan oleh orang0orang terhadap satu sama lain. Apapun yang terjadi, orang-orang melibatkan suatu transaksi diatara perwakilan-perwakilan ego mereka. ketika pesan-pesan disampaikan, diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transakis yaitu, komplementer, menyilang, dan terselubung. Transaksi komplementer terjadi apabila suatu pesan disampaikan oleh suatu perwakilan seseorang memperoleh respon yang diprakirakan dari perwakilan ego seseorang lainnya. Sebagai contoh adalah transaksi anak-anak nyang suka bermain. Transaksi menyilang terjadi apabila respon yang tidak diharapkan diberikan kepada suatu pesan yang disampaikan oleh seseorang yang harus berperilaku tidak sesuai dengan umurnya. Transaksi terselubng yang merupakan suatu transaksi yang kompleks, terjadi apabila lebih dari satu perwakilan ego terlbiat serta seseorang menyampaikan kesan terselubung kepada seseorang yang lainnya.
3.      Kursi Kosong
      Kursi kosong adalah suatu prosedur yang sesuai analisis struktural. Bagaimana kursi kosong itu dijalankan? Umpamanya seorang klien mengalami kesulitan dalam menghadapi boss-nya (ego orang tua). Klien diminta untuk membayangkan bahwa seseorang tengah duduk di sebuah kursi dihadapannya dan mengajaknya berdialog. Prosedur ini memberikan kesempatan kepada klien untuk menyatakan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan sikap-sikapnya selama dia menjalankan peran-peran perwakilan-perwakilan egonya. Klien tidak hanya mempertajam kesadarannya, dalam kasus ini ego orang tuanya, tetapi juga kedua ego lainnya (anak dan orang dewasa) yang biasanya memiliki ciri-ciri tertentu dalam hubungannya dengan keadaan yang dibayangkan. Teknik kursi kosong bisa digunakan oleh orang-orang yang mengalami konflik-konflik internal yang hebat guna memperoleh fokus yang lebih tajam dan pegangan yang kongkret bagi upaya pemecahan.
4.      Permainan Peran
Prosedur-prosedur AT juga bisa digabungkan dengan teknik-teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi-situasi permainan peran bisa melibatkan para anggota lain. Seorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi seorang anggota lainnya, dan ia berbicara kepada anggota tersebut. Para anggota yang lain pun bisa menjalankan permainan peran serupa dan boleh mencobanya diluar pertemuan terapi. Bentuk permainan lainnya adalah permainan yang menonjolkan gaya-gaya khas dari ego orang tua yang konstan, ego orang dewasa yang konstan, dan ego anak yang konstan, atau permainan-permainan tertentu agar memungkinkan klien memperoleh umpan balik tentang tingkah laku sekarang dalam kelompok.
5.      Analisis Sekenario
      Analisis sekenario adalah bagian dari proses terapeutik yang memungkinkan pola hidup yang diikuti oleh hidup individu bisa dikenali. Analisis sekenario bisa menunjukan kepda individu prose yang dijalaninnya dalam memperoleh sekenario dan cara-caranya membenarkan tindakan-tindakan yang tertera pada sekenario. Ketika menjadi sadar atas sekenario kehidupannya, orang siap untuk melakukan sesuatu untuk menuba pemperograman. Orang tindak menelantarkan dirinya sebagai korban dari pembentukan sekenario karena melalui kekerasan, dia menghadapi kemungkina untuk memutuskan ulang. Analisis sekenario membuka alternatif-alternatif baru yang menjadikan orang bisa memilih sehingga dia tidak lagi merasa dipaksa memainkan permainan-permainan mengumpulkan perasan-perasan untuk membenarkan tindakan tertentu yang dilaksanakan menurut plot sekenario.


F.       Contoh Kasus Analisis Transaksional

KASUS 1

Hasta adalah anak yang patuh dan penurut kepada orangtuanya. Baginya, orangtua adalah orang yang selalu dihormati dan ditaati. Sejak kecil, Hasta memang selalu diarahkan orangtuanya. Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Harus yang ini, harus yang itu, dsb. Dia jarang sekali dibiarkan membuat pilihannya sendiri. Hal itu juga terjadi dalam pemilihan arah pendidikan. Dari TK hingga SMA, semua ditentukan oleh orangtua. Tidak ada yang dipilih sendiri oleh Hasta. Dia selalu menurut saja. Orangtuanya ingin Hasta menjadi seorang dokter. Hasta merasa tidak ingin jadi dokter tapi dia tidak mau dan tidak bisa melawan keinginan orangtua. Dia merasa tidak memiliki kekuatan atas jalan hidupnya sendiri. Hasta menurut saja jika dipersiapkan untuk menjadi seorang dokter dengan les tambahan di bimbingan belajar, baik klasikal maupun privat. Kemudian Hasta berhasil diterima di Jurusan Kedokteran Umum. Orangtuanya senang sekali, merasa telah sukses mengarahkan anaknya. Tapi Hasta tidak nyaman dengan hal tersebut. Sebenarnya dia ingin belajar sastra.Hasta pernah sekali mengungkapkan keinginannya itu. Tapi orangtua tidak mau tahu dan selalu melarang Hasta belajar sastra. Menurut Hasta, orangtuanya berpikir bahwa pilihan terbaik adalah apa yang diputuskan oleh orangtua, bukan Hasta yang hanya seorang anak. Hasta menjalani kuliah di kedokteran dengan tidak semangat dan tertekan. Dia merasa bukan ini yang ingin dilakukan. Dia ingin sekali keluar dari jurusan kedokteran. Akibatnya, pada semester pertama, nilainya sudah jeblok. Orangtua hanya bisa marah-marah , menyuruh Hasta serius kuliah, tidak memikirkan hal lain, apalagi sastra. Karena hal itu, Hasta semakin merasa tertekan dan stres. Dia ingin memiliki kekuasaan atas pilihan jalan hidupnya sendiri, tapi tak sanggup melawan ego orangtua.

KASUS 2

Ego State Therapy for Children
Mengapa saya jatuh cinta dengan Ego State Therapy ? Karena teknik ini sangat SIMPEL dan POWERFUL dimana teknik ini dapat dilakukan tanpa induksi samasekali. Nama tekniknya adalah Resistance Bridging. Teknik ini diciptakan khusus bagi orang yang tidak ingin dihipnosis karena ga mau dibuat mainan seperti yang sering dilihat di televisi. Bahkan alumni saya yang sudah berjalan sekitar 25 angkatan mengatakan bahwa teknik ini ternyata mudah sekali, terutama bagi mereka yang pernah belajar hypnosis, teknik ini membantu mereka memahami lebih mudah khususnya dalam melakukan terapi. Dalam satu pelatihan Ego State Therapy saya, ada satu kasus menarik dimana yang menjadi contoh kasus adalah seorang anak kelas 6 SD. Anak ini merasa takut berada di tempat gelap karena masih sukam dibayang-bayangi film horor “The SAW”. Film ini didapat dari temannya. Lalu saya menggunakan teknik ego state therapy dengan menggunakan kursi yang dikenal dengan nama empty chair. Anak tersebut tertarik dengan semua film kartun. Dan salah satu favorit dia adalah Doraemon. Lalu saya memakai doraemon ini sebagai salah satu ego statenya atau introject. kemudian saya menanyakan kepada dia, dilambangkan siapa si rasa takutnya tersebut. Dia sebut nobita. Dan kita bermain-main dengan menggunakan Nobita dan doraemon. Anak tersebut saat memerankan doraemon, dia memberikan pil berani, baju terang, helm motivasi serta komputer pemrogram otak. Dan walhasil saat sudah dilakukan play therapy kesembuhannya langsung terlihat. Peserta juga happy karena play therapy benar-benar fun banget.

KASUS 3

Contoh kasus penerapan analisis transaksional di sekolah

Banyak laporan, terutama dari praktioner (penganut) AT, bahwa AT berhasil dengan memuaskan. Banyak klien yang telah disembuhkan dengan cara ini, serta “decak kagum “ pun dialamatkan pada temuan Berne ini. Terbentuknya perhimpunan AT, ITAA, dan terbitnya jurnal AT membuktikan bahwa AT sebagai suatu pendekatan yang sudah besar dan berkembang luas dikalangan ahli terapi.

Persoalan sekarang, apakah keberhasilan AT ini dapat pula diterapkan disekolah, terutama di sekolah kita Indonesia yang berlandaskan filsafat Pancasila? Persoalan ini tidaklah sederhana. Keterampilan AT pada klinik Psikologi boleh jadi cocok atau boleh jadi tidak. Penerapan yang tepat meminta uji coba yang cukup matang.

Secara rasional, keberhasilan AT di klinik-klinik Psikoterapi mungkin sekali kita rekrut ke sekolah. Malah kita lebih optimis lagi, karena dapat mengamati langsung perubahan klien di luar ruangan konseling. Betapa tidak, titik sentral dari analisisnya terletak pada transaksi. Selama klien masih berada di sekolah, selama itu pula kita dapat menganalisis transaksinya baik dengan temannya atau gurunya.

Lebih optimis lagi, bahwa AT dapat berhasil bila digunakan sebagai penyuluh kelompok. Karena orang yang sehat kreteria AT adalah yang punya perasaan bebas untuk menentukan pilihannya. Transaksi yang digunakan adalah terciptanya transaksi antar status ego Dewasa. Kemungkinan tumbuh dan berkembang transaksi antar ego Dewasa ini lebih besar dengan teman sebaya. Jadi kondisi ini memungkinkan konselor menerapkan AT sebagai penyuluh kelompok di sekolah.

Kondisi sekolah yang menunjang penerapan AT sebagai pendekatan penyuluhan kelompok ini, justru sebaliknya bagi penyuluh individual. Harapan agar komunikasi atau transaksi antara konselor – klien dapat terbentuk transaksi antara ego state dewasa-dewasa, justru sulit terbina. Karena adanya jarak antara Konselor dengan Klien. Jarak itu adalah faktor usia. Konselor lebih cenderung jauh lebih tua dari klien yang siswa ( 12 – 15 untuk SMTP, 15 – 19 tahun untuk SMTA). Karena itu transaksi yang mungkin sering muncul adalah antara ego state Dewasa (Konselor) – Anak-anak (Pada siswa).

Kondisi ini ditopang oleh faktor budaya kita. Indonesia sebagai bangsa yang berlandaskan pada Pancasila bukanlah negara yang berfaham Liberal. Adat dan sopan santun ketimuran selalu melengket pada masyarakat Indonesia. Cara berbicara dengan orang yang sama besar atau lebih kecil tidak sama dengan cara berbicara dengan orang yang dihormati dan atau lebih besar. Pada beberapa daerah, bahasa yang digunakanpun juga berbeda, lebih halus dan lembut. Karena itu, keberhasilan AT pada masyarakat Amerika yang egaliter belim tentu bisa sama dengan masyarakat kita.



SUMBER :

Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT. Refika Aditama
Gunarsa, Sanggih. 2007. Konseling dan Terapi. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia
http://www.slideshare.net/breacle/konseling-analisis-transaksional

                                                                                                                              

Kamis, 03 April 2014

Psikoterapi

Nama : Dini Kusumaningrum
NPM : 12511159
Kelas : 3PA08


A.      Definisi Psikoterapi
Secara harfiah, psikoterapi berasal dari kata psyco yang berarti jiwa, dan therapy  yang berarti penyembuhan. Jadi psikoterapi sama dengan penyembuhan jiwa.

Dalam Buku Pengantar Psikologi Umum, Psikoterapi adalah upaya intervensi leh psikoterapis terlatih agar kliennya bisa mengatasi persoalannya.

Sedangkan definisi psikoterapi dalam Buku Kesehatan Mental 3 adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan prinsip-prinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran, dan perasaan pasien supaya membantu pasien mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu.

B.      Tujuan Psikoterapi
Tujuan psikoterapi adalah untuk mengembalikan keadaan keiwaan klien yang terganggu (mulai dari masalah ringan sampai gangguan mental berat) agar bisa berfungsi kembali dengan optimal sehingga klien tersebut merasa bisa merasa dirinya lebih sehat mental (Wirawan Sarwono, 2009)

C.      Unsur-unsur dalam Psikoterapi
Menurut Masserman dalam Buku Saku Psikiatri, telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Yaitu:
-          Peran Sosial (martabat) psikoterapis
-          Hubungan (persekutuan terapeutik)
-          Hak
-          Retrospeksi
-          Re-edukasi
-          Rehabilitasi
-          Resosialisasi
-          Rekapitulasi

D.     Perbedaan antara Psikoterapi dan Konseling
Perbedaan antara psikoterapi dan konseling, yaitu :
1.      Konseling pada umumnya menangani orang normal, sedangkan psikoterapi terutama menangani orang yang mengalami gangguan psikologis.
2.      Konseling lebih edukatif, sportif, berorientasi sadar. Dan berjangka pendek. Sedangkan psikoterapi lebih rekonstruktif, konfrontatif, berorientasi tidak sadar dan berjangka panjang.
3.      Konseling lebih terstruktur dan terarah pada tujuan yang terbatas dan konkret. Sedangkan psikoterapi sengaja dibuat lebih ambigu dan memiliki tujuan yang berubah-ubah serta berkembang terus.

E.      Pendekatan Psikoterapi dengan Mental illness
Menurut J.P. chaplin adabeberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental illness, yaitu :
1.      Biological
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
2.      Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional peuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
3.      Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatar belakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
4.      Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri sesorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar filsafatnya tetap ada, yakni menghargai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.

F.       Bentuk- Bentuk Utama dari Terapi
1.      Terapi Psikoanalisis
Teknik ini menekannkan fungsi pemecahan masalah dari ego yang berlawanan dan agresif dari Id, serta teknik yang dilakukan dengan cara menggali permasalahan atau pengalaman di masa lalu dan dorongan yang idak disadari.
2.      Terapi Humanistik
Terapi dengan menggunakan pendekatan fenomologi kepribadian yang membantu individu menyadari diri sesungguhnya.
3.      Person Centered Therapy
Teknik yang terpusat pada pribadi dengan memberikan suasana aman, bebas agar klien mengeksplorasi dengan nyaman.
4.      Logo Terapi (Frank)
Bentuk penyembuhan melalui penemuan-penemuan makna dan pengembangan makna hidup, lebih dikenal dengan therapy through meaning.
5.      Analisis Transaksional (Burne)
Teknik ini dilakukan bahwa setiap transaksi dianalisis, klien nampaknya menggelakkan tanggung jawab yang diarahkan untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya sehingga klien dapat menyeimbangkan Egogramnya serta melakukan introspeksi terhadap games yang dijalaninya.
6.      Rational Emotive Therapy (Ellis)
Teknik pada terapi ini dengan melakukan disputing intervention (meragukan atau membantah) terhadap keyakinan dan pemikiran yang tidak rasional agar berubah pada keyakinan, pemikiran dan falsafah rasional yang baru, sehingga lahir perangkat perasaan yang baru, dengan demikian kita tidak akan merasa tertekan, melainkan kita akan merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.
7.      Terapi Perilaku (Behavior Therapy)
Teknik ini menggunakan prinsip belajar untuk memodifikasi perilaku individu.
8.      Terapi Kelompok (Group Therapy) dan Terapi Keluarga (Family Therapy)
Teknik ini memberikan kesempatan bagi individu untuk menggali sikap dan perilakunya dalam interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah serupa.



Daftar Pustaka :
Gunarsa, Sanggih. 2007. Konseling dan Terapi. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia
Chaplin, J. P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Mashudi, Farid. 2012. Psikologi Konseling. Jogjakarta : IRCiSoD
Wirawan Sarwono, Sarlito. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers
OFM, Drs. Yustinus Semium. 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Kanisius

Guze, Barry. Siegal, Daniel J. Maulany, R.F. 1997. Buku Saku Psikiatri. Jakarta : EGC

Jumat, 31 Januari 2014

First time make video for Harry on his Birthday

Just upload my video. hihi
I made this video 4 years ago. I dedicate this video for Harry on his birthday.
Check it out..


Minggu, 19 Januari 2014

Rangkuman Tulisan 1, 2, dan 3

Komunikasi

A. Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya dengan maksud untuk mengubah tingkah laku atau mendapatkan pengertian yang mendalam. 

B. Dimensi Komunikasi
Komunikasi memiliki 4 macam dimensi, yaitu :
1. Isi
2. Suara
3. Jaringan Komunikasi
4. Arah Komunikasi

Leadership

A. Definisi Leadership
Kepemimpinan atau Leadership adalah kemampuan seseorang (pemimpin atau leader) untuk memengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut.

B. Teori Kepemimpinan

1. Teori X dan Y Douglas Mcgregor
Salah satu kontribusi yang paling banyak  disebut dari para teoritikus Tipe 2 atau Teori Organisasi Klasik adalah tesis Douglas McGregor yang menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang manusia: yang pertama dasarnya negatif – Teori X – dan yang lainnya pada dasarnya positif – Teori Y. Teori X dan Teori Y yang ia ajukan dalam memandang manusia (pegawai). Setelah meninjau bagaimana manajer berhubungan dengan pegawai, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer seputar sifat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu dan ia cenderung memperlakukan pegawai berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Asumsi ini dapat bersifat negatif (Teori X) atau positif (Teori Y). Implikasi dari Teori X dan Teori Y McGregor terhadap organisasi adalah bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih dapat diterima dan dapat menuntun manajer dalam mendesain organisasi dan memotivasi para pegawai. Tahun 1960-an antusiasme pekerja cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan organisasi, penciptaan tanggung jawab dan tantangan pekerjaan, termasuk pembangunan hubungan kelompok-kelompok kerja yang lebih baik. Antusiasme ini, sebagian besar, diakibatkan oleh Teori Y dari McGregor.

2. Teori Empat Sistem Manajemen Rensis Likert
Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen, yaitu : 
a. Sistem 1 (Exploitative Authoritative)
Manajer sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistic. Pemimpin dalam system ini hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.

b. Sistem 2 (Otokratis yang baik hati/Benevolent autoritative)
Manajernya mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, memotivasi,memperbolehkan adanya komunikasi ke atas. Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.

c. Sistem 3 (manajer Konsultatif)
Manajer mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan biasanya kalau ia membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan. Bawahan disini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.

d. Sistem 4 (Pemimpin yang bergaya kelompok berpartisipatif/partisipative group)
Manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat dari bawahan dan mempunyai niatan untuk menggunakan pendapat bawahan secara konstruktif. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugasnya bersama atasannya

3. Theory of Leadership Pattern Choke (Tannen Baum and Scmidt)
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Demokrasi (hubungan berorientasi), yaitu pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.
Otoriter (tugas berorientasi), yaitu pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.
Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) sedangkan penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
Kepemimpinan Pola 1:
“Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.” Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 2:
“Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
Kepemimpinan Pola 3:
“Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
Kepemimpinan Pola 4:
“Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.” Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
Kepemimpinan Pola 5:
“Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.” Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
Kepemimpinan Pola 6:
“Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.” Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 7:
“Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.” Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.


Motivasi

A. Deinisi Motivasi
Motivasi adalah sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

B. Teori Motivasi
  • Teori Drive Reinforcement
Teori ini berhubungan dengan teori belajar operant conditioning dari skiner. Teori ini mempunyai dua aturan pokok, yaitu L aturan pokok yang berhubungan dengan pemrolehan jawaban-jawaban yang benar, dan aturan poko lainnya yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
  • Teori Harapan
Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat dari suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
  • Teori Tujuan
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini mencul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan goal setting (penetapan tujuan).

  • Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow

Menurut Maslow ada 5 jenis kebutuhan manusia yang tersusun secara bertingkat sebagai suatu hierarki, yaitu : 
1. Kebutuhan-kebutuhan fisik, seperti rasa lapar, haus, tidur dan seks.
2. Kebutuhan rasa aman, seperti perlindungan dari kejahatan.
3. Kebutuhan akan rasa cinta dan diterima, seperti affiliasi dengan individu-individu lain, dan diterima oleh individu-individu lain.
4. Kebutuhan akan penghargaan, seperti prestasi, kompetensi, memperoleh pengakuan dan penghargaan.
5. Akutualisasi diri, seperti pemenuhan potensi keunikan seseorang


Mengendalikan Fungsi Manajemen

A. Definisi Mengendalikan (Controlling)
     Pengendalian adalah suatu usaha tersendiri dari melihat segala sesuatu yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah diambil, perintah yang telah diberikan, dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Objek adalah untuk menunjukkan kesalahan agar mereka dapat diperbaiki dan dicegah berulang.


B. Langkah-langkah dalam Kontrol
1.     Pengidentifikasian tujuan dan strategi
2.     Penyusunan program
3.     Penyusunan anggaran
4.     Kegiatana dan pengumpulan realisasi prestasi
5.     Pengukuran prestasi
6.     Analisis dan pelaporan
7.     Tindakan koreksi
8.     Tindakan lanjutan


C. Tipe-tipe Kontrol dalam Manajemen
1.      Pengendalian preventif (preventive control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan perumusan strategi perencanaan strategik yang dijabarkan dalam bentuk program-program.

2.      Pengendalian operasional (operational control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan pengawasan pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui alat berupa anggaran. Anggaran digunakan untuk menghubungkan perencanaan dengan pengendalian.

3.      Pengendalian kinerja
Pada tahap ini pengendalian manajemen berupa analisis evaluasi kinerja berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan.


D. Kontrol Proses Manajemen
Proses pengendalian manajemen meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1. Pemrograman
2. Penganggaran
3. Operasi dan Pengukuran Prestasi
4. Pelaporan dan Analisis