Sabtu, 23 November 2013

MENGENDALIKAN FUNGSI MANAJEMEN

A. Definisi Mengendalikan (controlling)


         Pengendalian adalah salah satu fungsi manajerial seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Pengendalian merupakan fungsi penting, karena membantu untuk memeriksa kesalahan dan mengambil tindakan korektif sehingga penyimpangan dari standar diminimalkan dan menyatakan tujuan organisasi dicapai dengan cara yang diinginkan.

Ada beberapa definisi pengendalian menurut para ahli, yaitu :
1.        Henri Fayol
Pengendalian adalah suatu usaha tersendiri dari melihat segala sesuatu yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah diambil, perintah yang telah diberikan, dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Objek adalah untuk menunjukkan kesalahan agar mereka dapat diperbaiki dan dicegah berulang.

2.        Harold Koonzt
Pengendalian adalah pengukuran dan koreksi kinerja dalam rangka untuk memastikan bahwa perusahaan tujuan dan rencana dibuat untuk mencapai mereka yang dicapai.

3.        Robert J. Mockler
Kontrol manajemen dapat didefinisikan sebagai upaya sistematis oleh manajemen bisnis untuk membandingkan kinerja dengan standar yang telah ditentukan, rencana atau tujuan untuk menentukan apakah kinerja ini sejalan dengan standar-standar ini dan mungkin untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk melihat bahwa manusia dan sumber daya perusahaan lainnya yang digunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan.

B. Langkah - Langkah dalam Kontrol

     Langkah-langkah penting pada proses pengendalian dapat digolongkan ke delapan elemen, yaitu :
  1. Pengidentifikasian tujuan dan strategi
  2. Penyusunan program
  3. Penyusunan anggaran
  4. Kegiatana dan pengumpulan realisasi prestasi
  5. Pengukuran prestasi
  6. Analisis dan pelaporan
  7. Tindakan koreksi
  8. Tindakan lanjutan
C. Tipe - Tipe Kontrol dalam Manajemen



           Tipe pengendalian manajemen dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1.      Pengendalian preventif (preventive control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan perumusan strategi perencanaan strategik yang dijabarkan dalam bentuk program-program.

2.      Pengendalian operasional (operational control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan pengawasan pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui alat berupa anggaran. Anggaran digunakan untuk menghubungkan perencanaan dengan pengendalian.

3.      Pengendalian kinerja
Pada tahap ini pengendalian manajemen berupa analisis evaluasi kinerja berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan.

D. Kontrol Proses Manajemen


     Proses pengendalian manajemen meliputi tahap-tahap sebagai berikut :

1.   Pemrograman, adalah proses memilih program spesifik untuk kegiatan-kegiatan organisasi. Program menunjukkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh organisasi dalam rangka pelaksanaan strateginya.

2.    Penganggaran, dalam proses penganggaran, anggaran umumnya disusun dengan menggabungkan anggaran-anggaran divisi dan departemen, yang merupakan tanggung jawab manajer divisi atau departemen. Sebagai bagian dari proses ini, masing-masing program diterjemahkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan tanggung jawab manajer dari setiap pusat pertanggungjawaban untuk suatu periode.

3.    Operasi dan pengukuran prestasi, data yang dikelompokkan menurut program digunakan sebagai dasar untuk pemrograman yang akan datang, sedangkan data yang dikelompokkan menurut pusat pertanggungjawaban. Untuk kepentingan yang terakhir ini, data tentang hasil aktual dilaporkan dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dibandingkan langsung dengan rencana yang tertuang dalam anggaran.

4.  Pelaporan dan analisis, laporan juga digunakan sebagai bagian dari pengendalian. Beberapa diantaranya diturunkan dari analisis yang mengembangkan rencana dan membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang direncanakan, disertai penjelasan mengenai penyimpangan diantara keduanya, jika ada.

Sumber :




Sabtu, 02 November 2013

Teori Motivasi

A. Definisi  Motivasi


Menurut Walgito (dalam Heru, 2008), motivasi adalah keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan.

Menurut Plotnik (2005), motivasi mengacu pada berbagai faktor fisiologi dan psikologi yang menyebabkan seseorang melakukan aktivitas dengan cara yang spesifik pada waktu tertentu.


Sedangkan menurut Gray (dalam Winardi, 2002), motivasi merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

B. Teori-teori Motivasi

1. Teori Drive Reinforcement



a.      Teori Drive
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
1.      Suatu keadaan yang mendorong
2.      Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
3.      Pencapaian tujuan yang memadai
4.      Pengurangan dan kepuasan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai.

Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Beberapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalam keaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.

b.      Teori Reinforcement
Teori ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan jawaban –jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Pengukuran dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang didinginkan ) atau negatif ( menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang didinginkan telah diberikan ), tetapi organisme harus membuat antara akasi atau tindakannya dengan sebab akibat.
Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:
1.      Menentukan apa jawaban yang diinginkan.
2.      Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3.      Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi.
4.      Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.
5.      Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.

Contoh : Seorang mahasiswa yang baru saja join dalam bisnis ternama. Persyaratannya adalah dengan ia bisa membuat orang lain ikut bergabung dengan bisnisnya, maka ia akan mendapatkan bonus uang. Lalu apalagi kalau ia juga bisa menjual produk dalam bisnisnya maka ia akan mendapatkan bonus yang lebih besar lagi. Maka ia berusaha untuk terus mencari orang untuk diajak join ke bisnisnya dan menjual produk-produk dalam bisnisnya tersebut.

2. Teori Harapan



Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat dari suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.

Dikalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui cara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.

Contoh : Seorang pegawai swasta yang menjabat sebagai teller pada bank BCA bekerja dengan rajin, teliti dan tekun dengan harapan mendapatkan penghargaan dan pujian dari atasannya, yang kemudian mendapat promosi naik jabatan menjadi Head Teller. Dengan harapan seperti itu pegawai tersebut, berusaha untuk bekerja sebaik mungkin.

3. Teori Tujuan


Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkatkan sebab:
-          Ia akan berorientasi pada hal-hal yang diperlukan
-          Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
-          Tugas-tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
-          Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini mencul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan goal setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbda-beda. Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan perusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya utuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.

Contoh : Disuatu sekolah perkampungan sedang membutuhkan guru baru. Karena sekolah tersebut sangat kekurangan guru. Maka sang kepala sekolah berusaha untuk sesegera mungkin mencari tenaga guru baru agar sekolahannya tidak kekurangan guru lagi dan anak-anaknya bisa belajar dengan baik.


4. Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow



Menurut Maslow ada 5 jenis kebutuhan manusia yang tersusun secara bertingkat sebagai suatu hierarki, yaitu :
a.      Kebutuhan-kebutuhan fisik, seperti rasa lapar, haus, tidur dan seks.
Contoh : seorang mahasiswa yang beraktifitas dari pagi sampai sore untuk mengerjakan tugas-tugasnya, maka setelah ia kembali kerumah maka ia akan istirahat untuk bisa menghilangkan rasa lelahnya.
b.      Kebutuhan rasa aman, seperti perlindungan dari kejahatan.
Contoh : seorang istri yang sering terkena KRDT dari suaminya, juga ingin mendapatkan perindungan dari lembaga KDRT agar ia terlindungi dari dari kekasaran suaminya.
c.       Kebutuhan akan rasa cinta dan diterima, seperti affiliasi dengan individu-individu lain, dan diterima oleh individu-individu lain.
Contoh : Seorang anak yang membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua dan kakak-kakaknya dalam keluarga dan ingin disayangi dan iterima oleh teman-teman sepermainannya.
d.      Kebutuhan akan penghargaan, seperti prestasi, kompetensi, memperoleh pengakuan dan penghargaan.
Contoh : sorang anak SD belajar denngan tekun agar prestasinya bisa naik dan disenangi oleh orang tua dan teman-temannya.
e.      Akutualisasi diri, seperti pemenuhan potensi keunikan seseorang
Contoh : seorang karyawan yang bekerja keras dan menunjukkan kinerjanya yang baik sehingga perusaha bangga terhadapnya.





ARTIKEL MOTIVASI

Kisah Si Penebang Pohon


Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja untuk menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.
Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon.
Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang pohon. Sore hari, mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu”.
Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 7 batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan. “Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku, bagaimana aku dapat mempertanggungjawabkan hasil kerjaku kepada majikan?” pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa. Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi.
Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, “Kapan terakhir kamu mengasah kapak?” 
“Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu, saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga”. Kata si penebang.
“Nah, disinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun. Maka, sesibuk apapun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal.
Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!” perintah sang majikan. Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.
Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk dan sibuk, sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru !


Analisis Artikel :

Dalam artikel ini, menceritakan tentang kisah penebang kayu yang menerima lamaran dari seorang pekerja menjadi penebang pohon. Dalam artikel ini berhubungan dengan Teori Drive Reinforcement. Dimana ia termotivasi dengan pujian dari majikannya sehingga ia selalu bertekat untuk bekerja keras agar terus dipuji dan disenangi oleh majikannya. Majikannya selalu memberi pujian kepadanya setiap tebangan pohon yang ia hasilkan.



Sumber : 

Basuki, Heru. 2008. Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma





Jumat, 27 September 2013

Definisi Komunikasi dan Leadership

A. Definisi Komunikasi


Komunikasi ada dimana-mana, seperti dirumah, ketika anggota keluarga berbincang di meja makan, dikampus, ketika mahasiswa-mahasiswa mendiskusikan hasil tugasnya, dikantor, dll. Komunikasi benar-benar menyentuh segala aspek kehidupan kita. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa 70% waktu kita digunakan untuk berkomunikasi. Komunikasi dapat menentukan kualitas hidup kita. 

Sebenarnya, apasih definisi komunikasi menurut para ahli?

1.     Rogers D. Lawrence
Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam

2.    Everett M. Rogers
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka


Dimensi Komunikasi




Komunikasi mempunyai 4 dimensi, yaitu :

1.     Isi
A biasanya berbicara kepada B tentang sesuatu. Proses itu mempunyai suatu isi. Apabila kita bersuara di dalam suatu percakapan, biasanya isinya pertama-tama adalah diri kita. Memang, isi dari komunikasi adalah merupakan hal yang dipikirkan oleh para ahli psikologi dan ahli bisnis ketika mereka memikirkan tentang hubungan antar manusia. Kita juga dapat melihat adanya pembagian golongan dalam hal isi. Kita dapat membeda-bedakan kategori dari jenis isi, misalnya apakah hal itu merupakan fakta atau merupakan perasaan.

2.    Suara
Kita dapat menjumpai suara saluran seperti gangguan udara pada kawat telepon yang menyebabkan B sukar untuk mendengar apa yang dikatakan oleh A. kita juga perlu memikirkan tentang adanya suara-suara psikologis, seperti misalnya pikiran B tentang hal-hal lain, sehingga sekali lagi adalah sukar bagi B untuk mendengarkannya: ia tidak memahami kata-kata yang dipergunakan oleh A di dalam cara sebagaimana A memahaminya.

3.    Jaringan Komunikasi
Biasanya kita berpikir bahwa percakapan antara A dengan B adalah langsung. Tetapi banyak percakapan semacam itu, terutama di dalam organisasi, ditengahi oleh orang lain. Suatu hal yang dianggap harus dinyatakan oleh bagan organisasi kepada kita ialah bahwa A dapat berbicara dengan B hanya dengan melalui C atau D. Sebagaimana satu bab berikut akan memperlihatkan, bahwa struktur jaringan yang dipergunakan oleh suatu organisasi dapat sangat bermanfaat bagi kecepatan dan ketepatan komunikasi antar anggotanya satu sama lain.

4.    Arah Komunikasi
Arah Komunikasi dibagi menjadi dua, yaitu satu arah dan dua arah. Lagi-lagi ini adalah merupakan dimensi yang bebas. Apapun yang mungkin dikatakan oleh A dan B, sejauh manapun gangguan suara ikut terlibat, bagaimanapun jaringannya, A mungkin berbicara dengan B cara ini: A=>B; atau cara ini: A=><=B. A dapat berbicara dan B hanya dapat mendengarkan, yaitu komunikasi satu arah; atau A dapat berbicara dan B dapat membalas berbicara kembali, yaitu komuniksai dua arah.


B. Definisi Leadership

Kepemimpinan atau Leadership adalah kemampuan seseorang (pemimpin atau leader) untuk memengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut.





Teori Kepemimpinan

  • Teori X dan Y Douglas Mcgregor


Salah satu kontribusi yang paling banyak  disebut dari para teoritikus Tipe 2 atau Teori Organisasi Klasik adalah tesis Douglas McGregor yang menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang manusia: yang pertama dasarnya negatif – Teori X – dan yang lainnya pada dasarnya positif – Teori Y. Teori X dan Teori Y yang ia ajukan dalam memandang manusia (pegawai). Setelah meninjau bagaimana manajer berhubungan dengan pegawai, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer seputar sifat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu dan ia cenderung memperlakukan pegawai berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Asumsi ini dapat bersifat negatif (Teori X) atau positif (Teori Y).
Di bawah Teori X ada empat asumsi yang dianut oleh para manajer:
1.       Pegawai tidak menyukai pekerjaannya dan sebisa mungkin akan berupaya menghindarinya.
2.       Karena pegawai tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diberi sikap keras, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman agar mau melakukan pekerjaan.
3.   Pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan mencari aturan-aturan organisasi yang  membenarkan penghindaran tanggung jawab tersebut.
4.      Kebanyakan pegawai menempatkan rasa aman di atas faktor lain yang berhubungan dengan  pekerjaan dan hanya akan memperlihatkan sedikit ambisi.
Kebalikan dari pandangan yang negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi lain yang disebut Teori Y:
1.     Para pegawai  dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang biasa sebagaimana halnya istirahat dan bermain.
2.       Manusia dapat mengendalikan dirinya sendiri jika mereka punya komitmen pada tujuan-tujuan.
3.      Rata-rata orang dapat belajar untuk menyetujui, bahkan untuk memikul tanggung jawab.
4.     Kreativitas – yaitu kemampuan mencari keputusan yang terbaik – secara luas tersebar di populasi pekerja dan bukan hanya mereka yang . menduduki fungsi manajerial.

Implikasi dari Teori X dan Teori Y McGregor terhadap organisasi adalah bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih dapat diterima dan dapat menuntun manajer dalam mendesain organisasi dan memotivasi para pegawai. Tahun 1960-an antusiasme pekerja cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan organisasi, penciptaan tanggung jawab dan tantangan pekerjaan, termasuk pembangunan hubungan kelompok-kelompok kerja yang lebih baik. Antusiasme ini, sebagian besar, diakibatkan oleh Teori Y dari McGregor.


  • Teori Empat Sistem Manajemen Rensis Likert




Menurut Likert, pemimpin dapat berhasil jika bergaya partisipative management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Selain itu semua pihak dalam organisasi bawahan maupun pemimpin menerapkan hubungan atau tata hubungan yang mendukung (supportive relationship)

Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen:

1.           Sistem 1 (Exploitative Authoritative)
Manajer sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistic. Pemimpin dalam system ini hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.

2.            Sistem 2 (Otokratis yang baik hati/Benevolent autoritative)
Manajernya mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, memotivasi,memperbolehkan adanya komunikasi ke atas. Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.

3.            Sistem 3 (manajer Konsultatif)
Manajer mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan biasanya kalau ia membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan. Bawahan disini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.

4.           Sistem 4 (Pemimpin yang bergaya kelompok berpartisipatif/partisipative group)
Manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat dari bawahan dan mempunyai niatan untuk menggunakan pendapat bawahan secara konstruktif. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugasnya bersama atasannya


  • Theory of Leadership Pattern Choke (Tannen Baum and Scmidt)


Pada tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer. Di bagian atas diagram di bawah ini anda akan melihat akrab “Hubungan Oriented” dan “Tugas Berorientasi” kontinum, yang juga diberi label “Demokrasi” dan “otoriter.”
Diagram menunjukkan dimensi lain: “Sumber Otoritas”. Pada akhir demokratis diagram, manajer memungkinkan kebebasan karyawan. Pada akhir otoriter diagram kita melihat bahwa manajer adalah satu-satunya sumber otoritas. Kita pergi dari otoritas buruh untuk otoritas manajer.
berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.
para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan:
1.     Kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan, dan nilai-nilai)
2.     Kekuatan di bawahan (eighter sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin)
3.    Kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Demokrasi (hubungan berorientasi), yaitu pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.
Otoriter (tugas berorientasi), yaitu pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.
Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) sedangkan penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
Kepemimpinan Pola 1:
“Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.” Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 2:
“Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
Kepemimpinan Pola 3:
“Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
Kepemimpinan Pola 4:
“Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.” Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
Kepemimpinan Pola 5:
“Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.” Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
Kepemimpinan Pola 6:
“Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.” Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 7:
“Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.” Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.



Sumber :