Kali ini saya akan membahas tentang kaitan
antara abnormalitas dengan konsep motivasi, stres dan gender. Nah, sebelum kita
melihat abnormalitas dengan kaitan kaitannya. saya mau menjelaskan dulu apa sih
abnormalitas itu dalam psikologi.
Dalam pandangan psikologi, untuk
menjelaskan apakah seorang individu menunjukkan perilaku abnormal dapat dilihat
dari tiga kriteria berikut:
1.
Kriteria Statistik
Seorang individu dikatakan berperilaku
abnormal apabila menunjukkan karakteristik perilaku yang yang tidak lazim alias
menyimpang secara signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam kurve distribusi
normal (kurve Bell), jika seorang individu yang menunjukkan karakteristik
perilaku berada pada wilayah ekstrem kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai
dua simpangan baku, bisa digolongkan ke dalam perilaku abnormal.
2.
Kriteria Norma
Apabila seorang individu kerapkali
menunjukkan perilaku yang melanggar terhadap aturan tak tertulis ini bisa
dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal.
3.
Kriteria Patologis
Kriteria yang pertama (statististik) dan
kedua (norma) pada dasarnya bisa dideteksi oleh orang awam, tetapi kriteria
yang ketiga (patologis) hanya bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar
memiliki keahlian di bidangnya, misalnya oleh psikolog atau psikiater.
Misalkan, seorang yang melakukan kehidupan sex bebas. Di Indonesia, perilaku
sex bebas bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal, karena tidak sesuai
dengan norma-norma dan nilai-nilai yang disepakati dan juga tidak dilakukan
oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, tetapi di Swedia dan beberapa negara
Barat lainnya bisa dianggap sebagai bentuk perilaku normal, karena masyarakat
di sana mengijinkannya (permisif) dan sebagian besar masyarakat di sana
melakukan tindakan sex bebas.
Kaitan antara Abnormalitas dengan Konsep Motivasi
Konsep motivasi merupakan konsep yang
dimiliki setiap individu. Konsep motivasi ini berarti suatu konsep dalam diri
yang berupa dorongan untuk melakukan suatu tindakan. Hubungan antara
abnormalitas itu sendiri dengan konsep motivasi sebenarnya tergantung pada
sudut pandang yang kita pilih untuk menjelaskannya. Abnormalitas seseorang bisa
saja mempengaruhi konsep motivasinya. Seorang yang abnormal berarti memiliki
suatu kelainan di mata masyarakat umum. Kelainan ini membuat dirinya tidak
dapat berfungsi secara optimal atau dikatakan “tidak sehat”. Seseorang yang
tidak sehat tentu saja tidak mampu memenuhi tuntutan lingkungan atau tuntutan
hidup, misalnya memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan kasih sayang,
kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan atas penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi
diri seperti yang diungkapkan dalam hirarki kebutuhan Maslow. Sedangkan kelima
kebutuhan tersebut berkaitan erat dengan motivasi individu dalam kehidupan.
Maka, seorang yang abnormal dapat
dikatakan memiliki konsep motivasi yang menyimpang dari apa yang dialami oleh
seorang yang normal. Bahkan bisa saja konsep motivasi dirinya tidak lagi
berkiblat pada hal-hal yang positif, dan malah menjurus pada hal-hal yang
merugikan dirinya sendiri.
Kaitan antara Abnormalitas dengan Stres
Stress adalah
bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan
ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat
produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya,
stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress
disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut
strain.
Seseorang yang
mengalami abnormalitas dapat disebabkan oleh stress, dan sebaliknya stress dapat
disebabkan oleh abnormalitas. Hal ini berkaitan dengan penyebab sosiokultural.
Seseorang bisa saja mengalami abnormalitas, seperti trauma atau depresi karena
sebelumnya mengalami stress yang berkepanjangan. Saat dia
mengalami tekanan dalam dirinya atau dihadapkan pada suatu tekanan dari
lingkungan sosialnya dan tidak bisa menghadapi atau mengontrol dirinya, maka
hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya abnormalitas seperti depresi atau skizofrenia.
Sebaliknya, seseorang yang memang abnormal yang membuatnya tidak diterima di
lingkungannya atau disisihkan menyebabkan ia mengalami stress dan
pada akhirnya mungkin saja menambah dan memperparah abnormalitas orang
tersebut.
Kaitan antara Abnormalitas dengan Gender
Gangguan Identitas
Gender atau transeksualisme adalah ketidakpuasan psikologis terhadap gender
biologisnya sendiri, gangguan dalam memahami identitasnya sendiri, sebagai laki
laki atau perempuan. Tujuan utamanya bukan rangsangan seksual tetapi lebih
berupa keinginan untuk menjalani kehidupan lawan jenisnya. Biasanya ybs. merasa
seolah terperangkap dalam tubuh dengan jenis kelamin yang salah. Dibeberapa
budaya, individu dengan identitas gender yang keliru sering dikaitkan dengan
kemampuan cenayang atau peramal dan diperlakukan sebagai figur yang dihormati
namun tidak jarang justru dijadikan objek ingin tahu, cemoohan hingga sasaran
kekerasan.
Gangguan identitas
gender “berbeda” dengan individu interseks atau hermaphrodite dimana ybs.
terlahir dengan alat kelamin yang tidak jelas akibat abnormalitas hormonal atau
abnormalitas fisik lainnya. Sebaliknya individu dengan gangguan identitas
gender tidak menunjukkan abnormalitas fisik.
Diduga penyebabnya karena
mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya akibat keinginan orang tua terhadap
jenis kelamin berbeda atau kurangnya teman bermain yang sejenis selama tahun
awal sosialisasi.
Para ilmuwan belum
menemukan adanya peran biologis yang spesifik terhadap gangguan identitas
gender.
Sumber :
Halgin, R.P & Whitbourne, S.K. 2010. Psikologi Abnormal Volume 1 Edisi 6.Jakarta:Salemba Humanika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar